Berdasar Pasal 24C UUD NRI 1945, ia menyatakan sudah jelas disebut bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.
Menurutnya, para perumus amendemen UUD NRI 1945 telah memikirkan cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan yaitu MK.
Hal itu dimaksudkan agar perselisihan segera berakhir dan tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan Presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
“Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” katanya.
Ia juga mengatakan penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir.
“Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR,” ujar Yusril.
Pandangan Mahfud soal angket Pemilu
Sementara itu, menurut Mahfud, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah, bukan kepada hasil Pemilu 2024.
Calon wakil presiden nomor urut 3 ini berpendapat hak angket tetap bisa digulirkan untuk memeriksa kebijakan pemerintah menyangkut pelaksanaan pemilu, macam penggunaan anggaran, wewenang dan lain seterusnya.
“Kalau ketua KPU dan Bawaslu itu ndak bisa diangket, yang bisa diangket pemerintah. Kalau ada kaitan dengan pemilu boleh, kan kebijakan dikaitkan dengan pemilu tapi yang diperiksa tetep pemerintah,” kata Mahfud